Minggu, 09 Februari 2014

Kapal Selam


“Belikan kapal selam ya Pak, buat pertemuan.”
“Siap, Bu.”
“Yang di Pak Raden aja, itu lho yang di jalan Surabaya deket rumah Dubes Rusia. Ntar dianterin langsung ke tempat pertemuan di dekat kedutaan Australia.”
“Siap laksanakan, Bu.”
            Syahdan, demikianlah salah satu pembicaraan yang disadap intelijen Australia dari ponsel presiden RI pada tahun 2009. Mereka lalu mentranskrip hasil nguping itu:
            “Indonesia is going to buy 20 super submarine from Rusia. They will be stationed in Surabaya Navy Port, for quick development to attack Australia.”
            Intel Aussie segera mmengirim informasi A#1 (very very secret) itu ke Markas Besar. Menerima laporan tersebut, bos intelijen menerbitkan rekomendasi buat Kementrian Pertahanan: “Agent Recommendation to Australia Ministry of Defense: Tap the 1st lady’s phone as well! She is the strategic military planner.”
            Beberapa hari kemudian Dephan Australia segera menggelar perkara dengan membentangkan peta perairan Indonesia di seputar Pangkalan Laut Surabaya melalui layar proyektor.
            Namun tak ada satu pun sinyal yang menunjukkan keberadaan atau pergerakan kapal selam di teritorial Indonesia itu. Di-close up setiap inci sampai sedetil-detilnyam, tetap saja 20 kapal selam dimaksud masih misterius. Para pakar telik sandi dan Angkatan Laut Australia geregeten dibuatnya.
            Di puncak frustasi, mereka lalu memanggil seorang Profesor Indonesianist berkebangsaan Australia untuk memberikan second opinion. Setelah menyimak rekaman pembicaraan hasil sadapan, Sang Profesor berkerut-kerut kening sejenak. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia tertawa ngakak. “Hua, ha ha haaa....”
            You find it, or what wrong with you!” hardik komandan intel sambil mencengkeram kerah baju si profesor.
            Sambil tetap terkekeh, Pak Profesor berkata, “Kalian salah paham, goblok! Kapal selam yang dimaksud adalah sejenis empek-empek, makanan khas Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.”

            Haha... Ini hanya gurauan soal penyadapan yang sedang marak diperbincangkan akhir-akhir ini di negeri kita. Sebenarnya, penyadapan itu wajar. Bukankah dari dulu memang kita sudah tahu kalau disadap. Yang tidak wajar sebenarnya adalah ketika penyadapan itu ketahuan, apalagi sampai dipublikasikan. Soal tindakan apa yang harus dilakukan para petitih itu, hanya masalah keberanian. Karena sejatinya mereka sudah tahu.

Akhir Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar